Kisah Umar bin Khatab dan Gadis Jujur

 

 Umar bin Khattab dan Gadis Jujur

 


Khalifah Umar bin Khaththab radhiyallahu 'anhu memiliki kegemaran melakukan ronda malam sendirian untuk melihat langsung kondisi rakyatnya. Sepanjang malam ia memeriksa keadaan rakyatnya secara langsung dari dekat.

Ketika melewati sebuah gubuk, khalifah merasa curiga melihat lampu yang masih menyala. Di dalamnya terdengar suara orang berbisik-bisik. Khalifah Umar menghentikan langkahnya. Ia penasaran ingin tahu apa yang sedang mereka bicarakan.

Dari balik bilik Khalifah Umar mengintipnya. Tampaklah seorang ibu dan anak perempuannya sedang sibuk mewadahi susu.

"Bu, kita hanya mendapat beberapa kaleng hari ini," kata anak perempuan itu. "Mungkin karena musim kemarau, air susu kambing kita jadi sedikit."

"Benar anakku," kata ibunya.

"Tapi jika padang rumput mulai menghijau lagi pasti kambing-kambing kita akan gemuk. Kita bisa memerah susu sangat banyak," harap anaknya.

"Hmm, sejak ayahmu meninggal penghasilan kita sangat menurun. Bahkan dari hari ke hari rasanya semakin berat saja. Aku khawatir kita akan kelaparan," kata ibunya. Anak perempuan itu terdiam. Tangannya sibuk membereskan kaleng-kaleng yang sudah terisi susu.

"Nak," bisik ibunya seraya mendekat. "Kita campur saja susu itu dengan air. Supaya penghasilan kita cepat bertambah."

Anak perempuan itu tercengang. Ditatapnya wajah ibu yang keriput. Ah, wajah itu begitu lelah dan letih menghadapi tekanan yang amat berat. Ada rasa sayang yang begitu besar di hatinya. Namun, ia segera menolak keinginan ibunya.

"Tidak, Bu!" katanya cepat. "Khalifah melarang keras semua penjual susu mencampur susu dengan air." Ia teringat sanksi yang akan dijatuhkan kepada siapa saja yang berbuat curang kepada pembeli.

"Ah! Kenapa kau dengarkan Khalifah itu? Setiap hari kita selalu miskin dan tidak akan berubah kalau tidak melakukan sesuatu," gerutu ibunya kesal.

"Ibu, hanya karena kita ingin mendapat keuntungan yang besar, lalu kita berlaku curang pada pembeli?"

"Tapi tidak akan ada yang tahu kita mencampur dengan air! Tengah malam begini tak ada yang berani keluar. Khalifah Umar pun tidak akan tahu perbuatan kita," kata ibunya tetap memaksa. "Ayolah, Nak, mumpung tengah malam. Tak ada yang melihat kita!"

"Bu, meskipun tidak ada seorang pun yang melihat dan mengetahui kita mencampur susu dengan air, tapi Allah tetap melihat. Allah pasti mengetahui segala perbuatan kita serapi apapun kita menyembunyikannya," tegas anak itu. Ibunya hanya menarik nafas panjang. Sungguh kecewa hatinya mendengar anaknya tak mau menuruti suruhannya. Namun, jauh di lubuk hatinya ia begitu kagum akan kejujuran anaknya.

"Aku tidak mau melakukan ketidak jujuran pada waktu ramai maupun sunyi. Aku yakin, Allah tetap selalu mengawasi apa yang kita lakukan setiap saat," kata anak itu. Tanpa berkata apa-apa, ibunya pergi ke kamar. Sedangkan anak perempuannya menyelesaikan pekerjaannya hingga beres. Di luar bilik, Khalifah Umar tersenyum kagum akan kejujuran anak perempuan itu.

"Sudah sepantasnya ia mendapatkan hadiah!" gumam Khalifah Umar. Dia beranjak meninggalkan gubuk itu kemudian ia cepat-cepat pulang ke rumahnya.

Keesokan paginya, Khalifah Umar memanggil putranya, Ashim bin Umar. Diceritakannya tentang gadis jujur penjual susu itu.

"Anakku menikahlah dengan gadis itu. Ayah menyukai kejujurannya," kata Khalifah Umar. "Di zaman sekarang, jarang sekali kita jumpai gadis jujur seperti dia. Ia bukan takut kepada manusia. Tapi takut kepada Allah yang Maha Melihat." Ashim bin Umar menyetujuinya.

Beberapa hari kemudian Ashim melamar gadis itu. Betapa terkejut ibu dan anak perempuan itu dengan kedatangan putra khalifah. Mereka mengkhawatirkan akan ditangkap karena suatu kesalahan.

"Tuan saya dan anak saya tidak pernah melakukan kecurangan dalam menjual susu. Tuan jangan tangkap kami," sahut ibu tua ketakutan.

Putra khalifah hanya tersenyum. Lalu mengutarakan maksud kedatangannya hendak menyunting anak gadisnya. "Bagaimana mungkin? Tuan adalah seorang putra khalifah, tidak selayaknya menikahi gadis miskin seperti anakku?" tanya ibu dengan perasaan ragu.

"Khalifah adalah orang yang tidak membedakan manusia. Sebab, hanya ketaqwaanlah yang meninggikan derajat seseorang di sisi Allah," kata Ashim sambil tersenyum.

"Ya. Aku lihat anakmu sangat jujur," kata Khalifah Umar. Anak gadis itu saling berpandangan dengan ibunya. Bagaimana khalifah tahu? Bukankah selama ini ia belum pernah mengenal mereka. "Setiap malam aku suka berkeliling memeriksa rakyatku. Malam itu aku mendengar pembicaraan kalian," jelas Khalifah Umar.

Ibu itu bahagia sekali. Khalifah Umar ternyata sangat bijaksana dengan menilai seseorang bukan dari kekayaan tapi dari kejujurannya. Sesudah Ashim menikah dengan gadis itu, kehidupan mereka sangat bahagia dan membahagiakan kedua orangtuanya dengan penuh kasih sayang. Beberapa tahun kemudian mereka dikaruniai anak dan cucu yang kelak menjadi orang besar dan memimpin bangsa Arab, yakni Umar bin Abdul Aziz.

Subhanallah... Maha suci Allah. Yang pada akhirnya Umar bin Abdul Aziz menjadi pemimpin yang jujur yang memimpin bangsa arab. 


~~~ Wallahu A'lam ~~~

Krisis Ekonomi Di Zaman Kholifah Umar

Krisis Ekonomi di Zaman Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu


Umat Islam ternyata sejak dari dulu memang sudah tidak asing dengan krisis ekonomi. Setidaknya, sejak zaman Rasulullah ﷺ, ada dua krisis ekonomi besar yang pernah dicatat oleh buku sejarah Islam.

Pertama,
ketika umat Islam diboikot oleh  kaum Yahudi dalam masa awal penyebaran Islam.

Kedua,
Pada zaman kekhalifahan Umar bin Khattab. Apa penyebabnya dan bagaimana Khalifah Umar bin Khattab mengentaskannya?

Krisis itu terjadi tepatnya pada tahun 18 hijriah. Peristiwa besar ini kemudian disebut “Krisis Tahun Ramadah”. Saat itu di daerah-daerah terjadi kekeringan yang mengakibatkan banyak orang dan binatang yang mati. Orang-orang pun banyak yang menggali lubang tikus untuk mengeluarkan apa yang ada di dalamnya—saking langkanya makanan.

Khalifah Umar yang berkulit putih, saat itu terlihat hitam. Ia pun berdoa: “Ya Allah, jangan Engkau jadikan kebinasaan umat Muhammad pada tanganku dan di dalam kepemimpinanku.”

Beliau juga berkata kepada rakyatnya: “Sesungguhnya bencana disebabkan banyaknya perzinaan, dan kemarau panjang disebabkan para hakim yang buruk dan para pemimpin yang zalim. Carilah ridha Tuhan kalian dan bertobatlah serta berbuatlah kebaikan”.

Tidak lama kemudian berbagai krisis tersebut segera diatasi. Saking sejahteranya, tiap bayi yang lahir pada tahun ke-1, mendapat insentif 100 dirham (1 dirham perak kini sekitar Rp90.000, tahun ke-2 medapatkan 200 dirham, dan seterusnya. Gaji guru pun per bulan mencapai 15 dinar (1 dinar emas kini sekitar Rp3 juta).

Pada tahun 20 hijriah, khalifah Umar juga mencetak mata uang dirham perak dengan ornamen Islami. Ia mencantuman kalimah thayibah, setelah sebelumnya umat Islam menggunakan dirham dari Persia yang di dalamnya terdapat gambar raja-raja Persia.

Adapun pencetakan dinar emas berornamen Islami diberlakukan pada masa kekhalifahan Abdul Malik bin Marwan pada tahun 75 hijrah.

📚 Sumber: Al-Fiqh al-Iqtishadi li Amir al-Mukminin Umar Ibn Khathab

Kisah Gubernur Mesir

 Saat Gubernur Mesir, Amru bin Ash radhiyallahu 'anhu Menggusur Gubuk Reyot Demi Pembangunan Masjid

 


Sebagai mana kita ketahui setelah Islamnya Umar bin Khatab, ia dikenal sebagai orang terdepan yang selalu membela Nabi Muhammad ﷺ dan ajaran Islam pada setiap kesempatan yang ada bahkan ia tanpa ragu menentang kawan-kawan lamanya yang dulu bersama mereka ia ikut menyiksa para pengikutnya Nabi Muhammad ﷺ.

Umar diangkat menjadi khalifah setelah mengantikan khalifah pertama Abu Bakar Ash-Shiddiq. Dia adalah khalifah yang disayangi oleh Umat. Dia dikenal sebagai pemimpin yang adil dan penyayang kepada umat. Dia juga pemimpin pelindung pada kaum minoritas.

Dalam suatu riwayat dikisahkan di masa kepemimpinan beliau, Mesir dipimpin oleh gubernur yang kehidupannya sangat kaya bagaikan kaisar. Ia bernama Amru bin Ash. Saat itu sang gubernur ingin membangun sebuah masjid di samping istananya yang megah, tetapi di wilayah yang akan dibangunnya masjid, ada gubuk reyot milik seorang yahudi.

Gubernur Amru bin ‘Ash lalu memanggil orang Yahudi itu dan meminta agar dia mau menjual gubuknya. Akan tetapi orang Yahudi itu tidak berniat untuk menjualnya. Kemudian gubernur Amru bin ‘Ash memberikan penawaran yang cukup tinggi dengan harga 15 kali lipat dari harga pasaran, tetapi tetap saja orang Yahudi itu menolak untuk menjualnya.

Gubernur Amru bin ‘Ash kesal dan akhirnya karena berbagai cara telah dilakukan dan hasilnya buntu, maka sang gubernur pun menggunakan kekuasaannya dengan memerintahkan bawahannya untuk menyiapkan surat pembongkaran dan akan menggusur paksa lahan tersebut. Sementara si Yahudi tua itu tidak bisa berbuat apa-apa selain menangis dan kemudian dia berniat untuk mengadukan kesewenang-wenangan gubernur Mesir itu pada Khalifah Umar bin Khattab.

Di sepanjang jalan menuju Madinah, Yahudi itu berpikir bagaimana sosok sang khalifah, apakah ia sama sikapnya dengan sang gubernur. Hingga akhirnya ia sampai di kota Madinah. Ia bertemu dengan seorang pria yang duduk di bawah pohon kurma. Ia bertanya, “Wahai tuan, tahukah anda di mana khalifah?”

Lelaki itu menjawab, “Ada apa kau mencarinya?”

“Aku ingin mengadukan sesuatu.” Jawabnya. Ia bertanya lagi, “Di manakah istananya?”.

“Ada di atas lumpur.” jawab lelaki itu

Yahudi itu bingung atas jawabannya kemudian ia bertanya lagi, “Lalu, siapa pengawalnya?”

“Pengawalnya orang-orang miskin, anak yatim dan janda-janda tua.”

Yahudi itu bertanya lagi, “Lalu pakaian kebesarannya apa?”

“Pakaian kebesarannya adalah malu dan taqwa.”

Yahudi itu bertanya lagi, ”Di mana ia sekarang?”

Lelaki itu menjawab, “Ada di depan engkau.”

Sungguh kaget Yahudi itu. Ternyata yang sejak tadi ia tanya adalah seorang Khalifah, ia ceritakan segala apa yang dilakukan oleh Gubernur Mesir padanya.

Laporan tersebut membuat Khalifah Umar bin Khattab marah dan wajahnya menjadi merah padam. Setelah amarahnya mereda, kemudian orang Yahudi itu diminta untuk mengambil tulang belikat unta dari tempat sampah, lalu diserahkannya tulang itu kepada Khalifah Umar bin Khattab.

Khalifah Umar bin Khattab kemudian menggores tulang tersebut dengan huruf alif yang lurus dari atas ke bawah dan di tengah goresan itu ada lagi goresan melintang menggunakan ujung pedang, lalu tulang itu pun diserahkan kembali kepada orang Yahudi tersebut sambil berpesan:

“Bawalah tulang ini baik-baik ke Mesir dan berikanlah kepada Gubernur Amr bin ‘Ash”, jelas Khalifah Umar bin Khattab.

Si Yahudi itu kebingungan ketika diminta untuk membawa tulang yang telah digores dan memberikannya kepada Gubernur Amru bin ‘Ash.

Gubernur Amru bin ‘Ash yang menerima tulang tersebut, langsung tubuhnya menggigil kedinginan serta wajahnya pucat pasi. Saat itu juga Gubernur Amru bin ‘Ash mengumpulkan rakyatnya untuk membongkar kembali masjid yang sedang dibangun dan membangun kembali gubuk yang reyot milik orang Yahudi itu.

“Bongkar masjid itu!”, teriak Gubernur Amru bin Ash gemetar.

Orang Yahudi itu merasa heran dan tidak mengerti tingkah laku Gubernur. “Tunggu!” teriak orang Yahudi itu.

"Maaf Tuan, tolong jelaskan perkara pelik ini. Berasal dari apakah tulang itu? Apa keistimewaan tulang itu, sehingga Tuan berani memutuskan untuk membongkar begitu saja bangunan yang amat mahal ini. Sungguh saya tidak mengerti!”, kata orang Yahudi itu lagi.

Gubernur Amru bin Ash memegang pundak orang Yahudi itu sambil berkata: “Wahai kakek, tulang ini hanyalah tulang biasa dan baunya pun busuk.”

“Mengapa ini bisa terjadi. Aku hanya mencari keadilan di Madinah dan hanya mendapat sebongkah tulang yang busuk. Mengapa dari benda busuk tersebut itu gubernur menjadi ketakutan?” kata orang Yahudi itu.

“Tulang ini merupakan peringatan keras terhadap diriku dan tulang ini merupakan ancaman dari Khalifah Umar bin Khattab. Artinya, “Apa pun pangkat dan kekuasaanmu suatu saat kamu akan bernasib sama seperti tulang ini, karena itu bertindak adillah kamu seperti huruf alif yang lurus. Adil di atas dan adil di bawah. Sebab kalau kamu tidak bertindak adil dan lurus seperti goresan tulang ini, maka Khalifah tidak segan-segan untuk memenggal kepala saya”, jelas Gubernur Amr bin ‘Ash.

Orang Yahudi itu tunduk terharu dan terkesan dengan keadilan dalam Islam.

“Sungguh agung ajaran agama Tuan. Sungguh aku rela menyerahkan tanah dan gubuk itu. Bimbinglah aku dalam memahami ajaran Islam!”.

Yahudi itu mengucapkan syahadat dan ia mengikhlaskan gubuknya sebagai area masjid. Itulah Khalifah Umar, seorang Yahudi masuk Islam berkat keadilan dari Umar.

“Bagaimana seorang pemimpin memahami nasib rakyatnya jika pemimpin itu belum merasakannya sendiri.” [Umar bin Khattab]



10 sahabat penghuni surga

 
 

10 SAHABAT RASUL YANG DIJAMIN MASUK SURGA


Kesetiaan para sahabat dalam berjuang bersama Rasulullah ﷺ dalam menegakkan, menyiarkan dan membela agama Islam dengan pertaruhan jiwa raga, layak mendapat ganjaran yang paling mulia. Ketika mereka masih hidup, Rasulullah ﷺ menyebutkan 10 (sepuluh) sahabat-sahabat terbaiknya dijamin masuk surga. Sahabat Abdurrahman bin ‘Auf menceritakan kepada kita bahwa Rasulullah ﷺ bersabda:
“Abu Bakar di Surga, Umar di Surga Utsman di Surga, Ali di Surga, Thalhah di Surga, az-Zubair di Surga, Abdurrahman bin ‘Auf di Surga, Sa’ad di Surga, Sa’id di Surga, dan Abu Ubaidah Ibnu Jarrah di Surga.”

(HR. At-Tirmidzi No. 3747. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh Al-Albani dalam Shahih Sunan At-Tirmidzi dan Al-Misyjah 6118).

Berikut ini profil singkat ke-10 sahabat Rasulullah ﷺ yang dijamin masuk surga:


1⃣ Abu Bakar As Shiddiq رضي الله عنه

Nama aslinya adalah Abdullah bin Abi Quhafah. Ayahnya, Abu Quhafah yang nama aslinya adalah Usman bin Amir bin Amr bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah bin Ka’ab bin Lu’ai bin Ghalib At Taimiy Al Qurasy bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Murrah bin Ka’ab. Ibu Abu Bakar adalah Ummul Khair Salma binti Shakhr bin Amir bin Ka’ab bin Sa’ad bin Taim bin Murrah.

Usia beliau 63 tahun, sama seperti Rasulullah ﷺ. Dia termasuk orang yang pertama masuk Islam. Manusia terbaik setelah Rasulullah ﷺ. Mengemban kekhilafahan selama 2,5 tahun. Riwayat-riwayat lain menyebutkan 2 tahun 4 bulan kurang 1 hari; 2 tahun; 20 bulan.


2⃣ Umar bin Khatab رضي الله عنه

Umar bin Khattab bin Nufail bin Abdil Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurth bin Razakh bin Adiyy bin Ka’b bin Lu’ai bin Ghalib. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Murrah bin Ka’ab. Ibunya adalah Khantamah binti Hasyim. Riwayat lain menyebutkan binti Hisyam bin Al Mughirah bin Abdullah bin Umar bin Makhzum. Umar masuk Islam di Mekah, dan mengikuti seluruh peperangan bersama Rasulullah ﷺ.


3⃣ Utsman bin Affan رضي الله عنه

Ia adalah cucu dari Abu al Ash bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdu Manaf. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah ﷺ di Abdu Manaf, yang merupakan kakek ke lima. Nama ibunya adalah Arwa binti Kuraiz bin Rabiah bin Habib bin Abdi Syams bin Abdu Manaf. Sementara Ibunya adalah putri Ummul Hakim Al Baidha’ binti Abdul Muthalib.

Utsman masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Melakukan hijrah 2 kali (Habasayah dan Madinah). Menikahi 2 puteri Rasulullah ﷺ. Mengemban kekhilafahan selama 12 tahun kurang 10 hari. Ada riwayat menyebutkan kurang 12 hari. Terbunuh pada 18 Dzulhijjah tahun ke-35 Hijriah ba’da Ashar. Saat itu ia sedang puasa. Ia meninggal pada usia 82 tahun.


4⃣ Ali bin Abi Thalib رضي الله عنه

Dia adalah cucu Abdul Mutthalib, sepupu Rasulullah ﷺ. Dia dilahirkan oleh Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdi Manaf. Fatimah adalah wanita Bani Hasyim pertama yang melahirkan keturunan dari Bani Hasyim. Masuk Islam di Mekah lalu hijrah ke Madinah dan wafat pada zaman Rasulullah ﷺ.

Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fatimah puteri Rasulullah ﷺ. Kemudian lahirlah Hasan, Husein dan Muhassin dari pernikahan ini. Tetapi Muhassin wafat tatkala masih kecil.


5⃣ Thalhah bin Ubaidillah رضي الله عنه

Ia cucu Usman bin Amr bin Ka’ab bin Sa’d bin Taim bin Murrah bin Ka’b bin Luayy bin Ghalib. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Murrah bin Ka’ab. Ibu Thalhah adalah Sha’bah binti Khadrami, saudari al Ala’ bin Khadrami. Nama asli al Khadrami adalah Abdullah bin Abbad bin Akbar bin Auf bin Malik bin Uwaif bin Khazraj bin Iyadh bin Sidq. Ibunya masuk Islam dan wafat dalam Islam.

Thalhah masuk islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Turut serta dalam Perang Uhud dan peperangan setelahnya. Dia tidak turut dalam Perang Badar karena saat itu ia di Syam untuk berdagang. Tetapi Rasulullah ﷺ memberikannya harta rampasan perang Badar dan menetapkannya sebagai ahli Badar.

 6⃣ Zubair bin Awwam رضي الله عنه

Ia cucu Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushayy bin Kilab. Nasab keturunannya bertemu dengan Rasulullah ﷺ di Qushay bin Kilab, yang merupakan kakek ke lima. Ibunya, Shafiyyah binti Abdul Mutthalib, bibi Rasulullah ﷺ. Masuk Islam dan Hijrah ke Madinah.

Zubair berhijrah dua kali (Habasyah dan Madinah) dan ia shalat dua kiblat (sebelum diubah menghadap ka’bah, dahulu kaum muslimin shalat menghadap masjidil Aqsa). Ia adalah orang yang pertama kali menghunus pedangnya di perang fi sabilillah. Ia disebut hawary Rasulullah ﷺ.


7⃣ Sa’ad bin Abi Waqqas رضي الله عنه

Nama Abi Waqas adalah Malik bin Uhaib bin Abdi Manaf bin Zuhrah bin Kilab. Bertemu silisilah/keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Kilab bin Murrah. Ibunya, Hamnah binti Sufyan bin Umayyah bin Abdu Syams bin Abdi Manaf. Sa’ad masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Ia berkata: “Saya adalah orang ketiga yang masuk Islam.”

Turut serta dalam Perang Badar dan seluruh peperangan setelahnya bersama Rasulullah ﷺ. Ia adalah orang yang pertama kali melontarkan anak panahnya di perang fi sabilillah. Adapun lontaran anak panahnya diarahkan pada sebuah pasukan yang di dalamnya terdapat Abu Sofyan. Pertemuan 2 pasukan itu terjadi dekat Rabigh di awal tahun pertama Rasulullah ﷺ  datang di Madinah.


8⃣ Said bin Zaid bin Amr رضي الله عنه

Ia cucu Nufail bin Abdul Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Razah bin Adyy bin Ka’b bin Luay bin Ghalib. Bertemu silsilah/keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Ka’ab bin Luay. Ibunya, Fatimah binti Ba’jah bin Umayyah bin Khuwailid, dari Bani Mulaih dari Khuzaah.

Said bin Zaid adalah sepupu Umar bin Khatthab رضي الله عنه, dan menikah dengan saudara Umar, Ummu Jamil binti Khattab. Ia masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Namun ia tidak turut dalam Perang Badar. Diantara Puteranya adalah Abdullah, seorang penyair. Zubair bin Bakar berkata: Said anaknya sedikit, dan diantar mereka tinggal di luar Madinah. Said meninggal tahun 51 H, saat itu ia tengah berusia lebih dari 70 tahun.


9⃣ Abdurrahman bin Auf رضي الله عنه

Ia cucu Ibnu Abd bin al Haris bin Zuhrah bin Kilab. Bertemu silsilahnya dengan Rasulullah ﷺ di Kilab bin Murrah. Ibunya bernama as Syifa’. Riwayat lain menyebutkan al’ Anqa’ binti Auf bin Abdul Harits bin Zuhrah ia masuk Islam dan hijrah.

Abdurrahman bin Auf masuk Islam pada awal datangnya Islam di Mekah. Turut serta dalam Perang Badar dan seluruh peperangan setelahnya bersama Rasulullah ﷺ. Dalam riwayat sahih disebutkan bahwa Rasulullah ﷺ pernah menjadi makmum shalat padanya saat Perang Tabuk.


🔟 Abdullah bin al Jarrah رضي الله عنه

Ia cucu Hilal bin Uhaib bin Dhabbah bin al Harrits bin Fihr bin Malik. Dilahirkan Ummu Ghanm binti Jabir bin Abdul Uzza bin Amir bin Umairah bin Wadi’ah bin Al Harits bin Fihr. Dalam riwayat lain: Umaimah binti Ghanm bin Jabir bin Abdul Uzza. Bertemu silsilah/ keturunan dengan Rasulullah ﷺ di Fihr bin Malik.

Abu Ubaidah masuk islam pada awal datangnya Islam di Mekah, sebelum Rasulullah ﷺ masuk Darul Arqam. Turut serta dalam Perang Badar dan beberapa peperangan setelahnya bersama Rasulullah ﷺ. Pada saat Perang Uhud, ia mencabut dua gelang (dari rajutan baju besi) yang menancap di wajah Rasulullah ﷺ dengan gigi depannya. Akibatnya, tanggallah 2 giginya.

 
📚Referensi:
Sejarah Rasulullah, Al-Hafiz Abdul Ghani bin Abdul Wahid Al-Maqdisy,